Apa Itu Ikigai?

Mencari makna di setiap helaan

Afra M
4 min readNov 30, 2020

Sejujurnya baru sekarang ini saya mendengar istilah ‘Ikigai’. Ketika teman-teman di grup mencetuskan tema tentang Ikigai untuk tulisan minggu ini. Apa sih artinya? I did a quick research and found that it’s a Japanese secret to a long and happy life. Wow, interesting.

Lalu saya cari tahu lebih lanjut tentang Ikigai ini dan menemukan sebuah diagram yang menggambarkan bagaimana cara menemukannya di dalam diri kita.

Image from japanahome.com

Pertama kali saya lihat diagram tentang Ikigai seperti di atas, sungguh sangat mengernyit dahi ini. That’s not a secret, that is everyone’s dream come true! Siapa yang nggak mau punya kehidupan sesempurna itu kan?

Pastinya kalau semua aspek seperti di atas sudah tercapai, memang jelas alangkah bahagianya hidup ini. Meskipun tidak dijamin juga bakal berumur lebih panjang. Because no one knows anything about our time here in the world.

Kemudian saya coba baca lebih detil, the core of Ikigai term is a reason for being. Alasan kita bangun pagi setiap harinya dan semacam motivasi kita untuk menjalani hidup dengan bahagia.

Saya cermati lagi 4 hal besar dari diagram tadi: what you love, what you are good at, what the world needs, what you can be paid for. Mungkinkah dengan empat hal ini kita peroleh motivasi hidup untuk lebih bahagia?

I think, it depends on our own interpretation. Sekilas memang rasanya mustahil kalau semua orang bisa hidup setiap harinya dengan melakukan suatu pekerjaan yang sesuai dengan minat dan keahliannya. Kemudian dari pekerjaannya itu ia mendapatkan bayaran untuk kelangsungan hidupnya. Sekaligus apa yang dilakukannya itu tepat sasaran, berguna bagi lingkungannya.

Bukan hal yang mustahil memang bagi sebagian orang. Tapi bagaimana untuk sebagian orang lainnya? Dunia akan sungguh damai jika memang semua orang mendapatkan itu.

Seems impossible, but why don’t we try to think that way whatever we are doing right now? Ikigai is a great concept by the way. I’ll give it a go :)

Seringkali saya bosan dan kesal dengan rutinitas yang saya jalani. Bukan hal yang asing bagi ibu muda dengan cukup banyak energi dan juga visi-misi, merasa amat jenuh dengan keadaan. Ibu muda? Lumayan muda lah ya untuk seorang ibu dua balita yang belum genap kepala tiga. Energi yang cukup banyak tadi rasanya seringkali mudah terkuras dengan cepat.

Rutinitas yang sama setiap harinya, di tempat yang juga itu itu saja, dan keterbatasan untuk melakukan hal yang diinginkan. Pendek kata, kalau saya sedang suntuk to the max rasanya ingin kerja saja di luar sana, gantian biar suami yang di rumah.

Setelah dipikir-pikir lagi, apakah cuma saya yang sekarang menjadi seorang ibu rumah tangga yang merasa seperti itu? Memangnya kalau saya kerja, jadi nggak akan suntuk lagi gitu? Anti bosan dan apakah keadaan akan menjadi lebih baik dari sekarang? Bisa iya, bisa tidak.

Sekarang mari kita coba:

1) do what you love

This is life, mate. I think there’s no such thing like a dreamland where we can only do what we adore. Sometimes we have to do things that unexpected and we don’t certainly love it.

So don’t forget to also love what you do. Setidaknya berusaha menikmatinya, karena kesulitan atau apapun yang mungkin kita belum tentu sukai juga bagian dari hidup yang akan menempa kita menjadi lebih tangguh.

Untuk saya saat ini, selama menjadi ibu rumah tangga, tentu saja rasanya ingin juga melakukan banyak hal di luar rumah. Namun memang pilihan saya sejak awal untuk menikah dan memiliki anak. Anak saya masih terlalu kecil untuk saya tinggal dan saya belum punya opsi lain selain menghabiskan sebagian besar waktu saya untuk membersamainya.

Because I love them, so I’d do anything for them. Then, I already do (for) what I love! :D

2) do what you are good at

Sejujurnya saya pun merasa takjub bisa melakukan hal baru yang dulunya sebelum menikah dan punya anak, I’m not sure that I’m good at it before. I have to admit that being a housewife makes me do things even better.

Satu contoh, saya jadi suka memasak meskipun awalnya memang karena harus, karena saat ini saya merantau di tempat yang pilihan menu halalnya tidak banyak. Kalaupun ada, tentunya amat menguras kantong jika harus selalu beli jadi. Kabar baiknya, saya menikmati sekali pekerjaan satu ini.

3) do what the world needs

Menjadi berguna bagi siapapun di dunia ini. Dimulai dari orang-orang terdekat kita, kucing liar di sekitar kita, ataupun tanaman kering di halaman rumah. Little things mean a lot.

4) do what you can be paid for

Jujur, poin ini yang awalnya membuat saya sangat skeptis. Well, unemployed people like me won’t have their Ikigai. Except, if I think it is something that makes me feel precious.

Apapun yang saya lakukan, baik untuk diri sendiri atau pun orang lain. Saya rasa amat berharga jika itu bisa membuat saya merasa lebih berarti.

Ingat juga akan janji Allah pada hamba-Nya, dalam surat Az-Zalzalah : 7

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ

Maka barang siapa mengerjakan kebaikan (sekalipun hanya) seberat (biji) zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.

My Ikigai

Tidak ada kebaikan yang sia-sia. Terkadang memang kita sangat perlu melihat yang sedikit terlebih dahulu. Melihat yang lebih dekat, apapun yang masih dalam jangkauan. Memang dasar manusia, ya saya ini, seringkali serakah tanpa sadar. Pun kurang mensyukuri apa yang ada.

Teorinya dan juga fakta sebenarnya, bahwa bahagia itu sederhana. Kita sendiri yang membuatnya rumit. Kebahagiaan bisa kita temukan dengan memaknai setiap hal kecil dalam hidup kita. Mensyukuri setiap helaan nafas yang Tuhan beri dengan percuma. At least I already knew how to find my Ikigai. Sekarang tinggal bagaimana saya membuatnya selalu ada di dalam hati dan pikiran saya untuk hidup yang lebih bahagia dan penuh rasa syukur.

--

--

Afra M

An ambivert with an endeavour to cascade her notion into words.